Jumat, 19 Oktober 2012

Habib Ali bin Muchsin Albaar

Sayyid Ali bin Sayyid Muksin Albaar adalah putera pertama dari sepasang suami – isteri yang sederhana, menikah pada tanggal 5 Juli 1945 Miladiyah atau bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1365 Hijriyah. Ayah beliau bernama Sayyid Muksin bin Al- Habib Ahmad bin Muksin Albaar, dan Ibundanya benama Syarifah Zena binti Al- Habib Muhammad Bin Musthafa Bin Syech Abubakar.

Beliau lahir pada hari Selasa tanggal 22 Juli 1946 M, bertepatan dengan tanggal 23 Sya’ban 1366 H. di Sanana sebuah Kota Kecamatan (sekarang Kabupaten) Kep.Sula. Tepatnya di Kampung Fagudu. Kehidupan serba kekurangan pada saat itu melanda seluruh wilayah Republik Indonesia yang baru merdeka kurang dari setahun. Pada tahun 1953 Sayyid Muksin membawa seluruh keluarga pindah ke Ternate – ibu kota Kabupaten Maluku Utara ketika itu (sekarang Provinsi).

Kedua orang tua Alhabib Ali masing-masing diasuh dalam lingkungan keluarga Muslim yang ta’at menjalankan syariat Islam. Maka sejak dini Ayahanda telah diperkenalkan kepada dasar-dasar ajaran Islam oleh kedua ayah bundanya. Alhabib Ali lebih banyak diasuh oleh sang Ibu, karena ayah beliau adalah seorang pedagang keliling pulau-pulau di Maluku Utara yang kadang memakan waktu berbulan-bulan lamanya baru kembali ke rumah. Ibundanya Syarifah Zena dengan tekun membesarkan anaka-anaknya yang semuanya berjumalah lima orang, terdiri dari dua orang putera dan tiga orang puteri.

Pada tahun 1962, ketika prospek dagang di Ternate dan sekitarnya kurang membuahkan hasil yang memadai, maka kembali ayahanda beliau memboyong seluruh keluarga hijrah kembali ke kota Sanana. Kecuali Alhabib Ali, ditinggalkan di Ternate meneruskan pendidikan sekolah dasar (ketika itu bernama S.R – Sekolah Rakyat). Pada tahun 1963 Alhabib Ali menyusul kedua orang tua dan adik-adik di Sanana, dan menyelesaikan S.L.T.P. dan S.L.T.A. di Sanana kampung kelahirannya.

Setelah lulus dari S.M.A. Sanana pada tahun 1967, pada tahun itu juga beliau meneruskan pendidikannya ke Universitas Hasanuddin Makassar jurusan Ekonomi, tetapi hanya mencapai tingkat II ( semester III). Selanjutnya meneruskan pendidikan ke Sekolah Pelayaran Makassar, selagi masih duduk di tingkat Persiapan FEKON – UNHAS (kuliah rangkap) Tahun 1968. Setelah naik ke tingkat II, Ayahanda meninggalkan fakultas ekonomi. Berkonsentrasi penuh pada Sekolah Pelayaran, dan selesai (tamat) tahun 1969.

Dari Makassar kemudian beliau merantau ke Jakarta, dan mulai mukim di Jakarta sejak Januari 1970. Memulai karier sebagai pelaut sejak Maret tahun 1970 sampai dengan Oktober 1980. Selama lebih kurang sepuluh setengah tahun sebagai Perwira (Mualim) hingga Nakhoda Kapal. Sampai di tarik menjadi karyawan darat tetap pada tahun 1981. Pada sebuah Perusahaan Pelayaran swasta terkemuka di Indonesia, yakni PT.Pelayaran Samudera Indonesia. Karier di darat mulai dari Supervisor, Manager Operasi, Branch Manager sampai jabatan Direktur telah pernah dijani hingga pada saat ini. (pensiun dari PT.Samudera Indonesia tahun 1998)

Ayahanda, Alhabib Ali menikah dengan seorang puteri Kalimantan Selatan dari kalangan keluarga serumpun. Bernama Syarifah Seihah binti Sayyid Muhammad Al-Kaff pada Oktober 1974. Ayahanda di karuniai lima orang anak, masing-masing seorang putera dan empat orang puteri. Namun puteri bungsu yang di beri nama Syarifah Shally Rizqiyatuzzahra wafat pada hari kelahirannya pada tanggal 22 Juni 2002 M , bertepatan dengan 11 Rabi’ul akhir 1423 H.


KARIER DALAM BIDANG AGAMA ISLAM.

Dimulai pada sekitar tahun 1977, secara tiba-tiba datang sebuah keinginan merubah sebuah kebiasaan memborong majalah – majalah mingguan yang terbit pada saat kapal akan berangkat sebagai bacaan selama dalam pelayaran. Diganti dengan buku-buku Agama Islam. Sejak itu Ayahanda tekun membaca buku-buku Agama (terjemahan). Mempelajari Agama Islam secara otodidak. Namun karena terobsesi dengan salah sebuah Sabda Nabi SAW, bahwa orang yang belajar Agama Islam semata-mata dari buku- kitab Agama, maka gurunya adalah setan. (Al-Hadits).

Maka sekalipun masih bertugas sebagai Nakhoda Kapal, Beliau mulai berusaha belajar Agama Islam melalui guru-guru Agama, dan memperoleh Izajah (secara non formal). Diantara guru-guru Beliau adalah : Habib Hasyim bin Husain bin Thahir di Irian Jaya. Habib Abubakar bin Abdullah Alaydrus di Ambon (Almarhum). Al- Ustadz Nurdin bin Abdullah (guru mengaji Al-Qur’an) – Sanana. Habib Abdullah bin Alwi bin Abubakar Al-Jufri - Jakarta (Almarhum). K.H. Syafei Munandar - Jakarta. Habib Muhammad bin Salim Alhabsyi – Bogor (Almarhum). Habib Musthafa bin Abdulkadir Alaydrus - Jakarta. Habib Hasan Baharun Pimpinan Ponpes Darulluqah – Bangil (Almarhum). Habib Abubakar bin Hasan Al-Attas - Martapura. Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Kaff – Kuningan Jabar.


Gemar pula berdiskusi Agama Islam dengan para ‘ulama Habaib dan ‘alim‘ulama lain yang lurus perjalanannya serta luas ‘ilmunya.

Beliau mulai berani berda’wah sejak dipercaya masyarakat lingkungan dimana beliau bertempat tinggal di RW.02 Kelurahan Pondok Bambu Kecamatan Duren Sawit – Jakarta Timur menjadi Ketua Masjid Jami’ Nurul Iman sejak tahun 1983.

Sering pula menyampaikan Khotbah Jum’at, ‘Idil Fitri, ‘Idil Adha, Kotbah Nikah dan ceramah – ceramah Agama Islam di lingkungan Masjid dan Kantor Pemerintah dan Swasta di jakarta. Kalimantan Timur, Pulau Batam, Maluku Utara. Juga di kota-kota lain yang dikunjunginya apabila diminta atau diundang pada acara-acara pengajian. Semua ini berkat dorongan para guru-guru pembimbing beliau, untuk berani berda’wah demi syiar Al Islam.

Pada tahun 1991 beliau berkesempatan menunaikan ‘ibadah Haji ke Baitul Haram dan jiarah ke Maqam Rasulullah SAW di Madinatul Munawwarah bersama ayah bunda serta istri tercintanya. Pada perjalanan ‘ibadah ini pula, ayahanda tercinta beliau Sayyid Muksin Albaar menutup usia di Makkah Al Mukarramah tepat beberapa jam setelah menyelesaikan rukun Haji (Tawwaf ‘Ifadah) usai nafar awal. Tepatnya pada tanggal 26 Juni 1991 M / 13 Zulhijjah 1412 H, pada pukul 03:00 waktu setempat dan dimakamkan dengan tenang di komplek pemakaman di Ma’la Makkah, waktu dhuhah.

Sebuah filosofi hidup yang ditinggalkan kakek saya kepada ayahanda tercinta : “Milik orang lain bukan milikmu, milikmu bukan milik orang lain. Maka hindari milik orang lain, dan pertahankan hak milikmu sendiri sekalipun kepala harus bercerai dari badan”

Buku “PERJANJIAN MANUSIA DENGAN ALLAH” adalah buku yang pertama. Tulisan lain adalah “KESUCIAN SYARIFAH DALAM GUGATAN” – MENGUAK TABIR RAHASIA KEMULIAAN PUTERI-PUTERI AHLUL BAIT NABI MUHAMMAD S.A.W. sebagai Naskah sanggahan atas Buku dengan judull “DERITA PUTRI PUTRI NABI” oleh M.Hasyim Ass.
Sumber:http://fahmi-albar.blogspot.com/2008/11/biografi-singkat-ayahanda-tercinta.html
loading...

Postingan Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...