Al-Habib
Abdullah bin Umar Asy-Syathiri adalah ulama pelopor yang telah
mengabdikan dirinya di Ribath Tarim dan berhasil melahirkan ribuan
alumnus yang kini menyebar di berbagai negeri Islam. Rubath Tarim
adalah ma’had yang telah mencetak banyak ulama besar. Hampir tidak ada
negeri muslim yang mendapatkann manfaat dan cahaya ilmu Rubath Tarim
dan kini cabangnya di mana-mana.
Rubath Tarim terletak di jantung kota Tarim. Didirikan pada tahun 1304 H oleh para tokoh habaib dari keluarga Al-Haddad, Al-Junaid, Al-Siri.
Itu berlangsung sejak tahun 1341 H setelah wafatnya sang guru Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur. Di masa Al-Habib Alwi masih hidup pun beliau sering menggantikannya apabila gurunya sedang tidak berada di tempat atau mempunyai halangan.
Maka berkatalah putranya, ”Apakah ayah ingin kami mengirim orang untuk menjemputnya?” Al-Habib Alwi menjawab, ’Tidak.” Padasaat yang dinantikan itu tiba-tiba Al-Habib Abdullah datang, maka Al-Habib Alwi pun bergembira dan berseri-seri wajahnya. Hubungan bathin segera tersambung diantara mereka. Mereka berpelukan, berjabat tangan dan seolah ada sesuatu yang dititipkan kepada Al-Habib Abdullah Asy-Syathiri. Kemudian ruh Al-Habib Alwi pun kembali kepada Tuhan-Nya.
Tampaknya sebelum itu hanya menunggu kehadiran pemilik amanah yang akania serahi kepercayaan itu. Itulah salah satu kisahnya dangan gurunya itu.
Ungkapan Duka para Penyair
Rubath Tarim terletak di jantung kota Tarim. Didirikan pada tahun 1304 H oleh para tokoh habaib dari keluarga Al-Haddad, Al-Junaid, Al-Siri.
Di
samping masyaikh dari keluarga Arfan. Sedangkan yang pertama
kali mewakafkan sebagian besar tanahnya adalah Al-Habib Ahmad bin
UmarAsy-Syathiri, saudara Al-Habib Abdullah Asy-Syathiri dan ayah
Al-Habib Muhammad bin Ahmad Asy-Syathiri. Rubath Tarim didirikan karena
para santri yang datang dari tempat yang jauh ternyata sulit untuk
mendapatkan tempat tinggal, maka para tokoh habaib saat itu sepakat
untuk mendirikan Rubath Tarim sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan
Islam, bahasa arab dan sebagainya, disamping sebagai tempat tinggal para
santri yang datang dari tempat yang jauh. Maka datanglah para penuntut
ilmu dari dalam dan luar Tarim, dari dalam dan luar Hadramaut
diantaranya dari Indonesia, Malaysia, negeri-negeri Afrika,
Negara-negara Teluk dan lain-lain.
Sejak
didirikan pada tahun 1304 H (1886 M), Rubath Tarim dipimpin oleh
Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur hingga tahun 1314 H (1896
M). Kemudiam kepemimpinan berpindah kepada Al-Habib Abdullah bin Umar
Asy-Syathiri. Di tempat inilah beliau menghabiskan usianya demi
menyebarkan ilmu-ilmu ke-Islaman dan melayani kaum muslimin. Sejak
menjadi pengasuh Rubath Tarim beliau telah mewakafkan seluruh
kehidupannya untuk berjihad, berdakwah, mengajar, dan menjelaskan
berbagai persoalan agama.
Perjalanan
panjang Rubath Tarim memang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan
Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri. Beliau dilahirkan di kota ilmu ,
Tarim pada bulan Ramadhan 1290 H (1873 M), beliau tumbuh dengan baik
dalam lingkungan yang penuh dengan didikan agama. Di masa kanak-kanak
beliau belajar Al-Qur’an kepada dua orang guru Syaikh Muhammad bin
Sulaiman Bahami dan anaknya, Syaikh Abdurrahman Baharmi, kemudian beliau
mengikuti pelajaran di Madrasah Al-Habib Abdullah bin Syaikh Al-Idrus
pada saat itu yang mengajar di tempat tersebut adalah Al-Habib Ahmad bin
Muhammad Al-Kaff dan Al-Habib Syaikh bin Idrus Al-Idrus. Kepada
merekalah beliau belajar kitab-kitab dasar dalam ilmu fiqih dan tasawwuf
selain menghafal beberapa juz Al-Qur’an.
Ada
beberapa faktor baik intenal maupun eksternal yang menyebabkan beliau
memiliki banyak kelebihan, baik dalam ilmu maupun lainnya, sejak kecil
hingga dewasanya, selain bakat dan potensinya dalam hal kecerdasan,
kecenderungannya yang untuk menjadi ulama dan tokoh telah nampak sejak
kanak-kanak, dukungan yang sepenuhnya dari orangtua juga menjadi faktor
penting yang tak dapat diabaikan.
Ayahnya
senantiasa mencukupi kebutuhannya sejak kecil hingga lanjut usia.
Mengenai hal tersebut Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar
mengisahkan, suatu ketika seseorang memuji beliau baik ilmunya maupun
amalnya di hadapan Al-Habib Abdullah sendiri dan ayahnya Al-Habib Umar
Asy-Syathiri. Maka ayahnya yang alim itu juga berkata ,”Aku mencukupi
kebutuhannya. Aku hanya makan gandum yang sederhana, sedangkan ia aku
beri makan gandum yang bagus,”. Al-Habib Ali Bungur dalam kitabnya
mengatakan, barangkali maksud ayah Al-Habib Abdullah bin Umar
Asy-Syathiri berbuat demikian adalah untuk meningkatkan akhlaknya atau
karena ia khawatir anaknya terkena a’in (pengaruh mata, yakni yang
jahat) karena di usia muda itu telah nampak kepemimpinannya dalam
masalah agama, dengan mengkonsumsi makanan yang lebih baik, diharapkan
daya tahannya lebih kuat.
Menziarahi Peninggalan Salaf
Sejak
kecil beliau senang menziarahi peninggalan-peninggalan salaf, ayahnya
pernah berkata kepada Al-Habib Ali Bungur, ”ketika kami (ia dan anaknya)
mengunjungi Huraidhah,wadi ‘Amad dan Du’an untuk pertama kalinya, yang
saya katakan kepada penduduknya adalah, “Tolong beri tahukan kami semua
peninggalan salaf di sini. Karena, apabila kami telah pulang ke Tarim
dan orang menyebut tentang suatu peninggalan yang ia (anaknya, Al-Habib
Abdullah) belum kunjungi saya khawatir ia akan sangat menyesal, saya
tahu ia sangat gemar pada sirah para salaf dan peninggalan mereka”.
Di
waktu kecil itu pula, apabila terjadi suatu kejadian yang remeh pada
diri Habib Abdullah tetapi tak di sukai ayahnya, sang ayah
mengharuskannya membaca Al-Qur’an hingga khatam sebelum memulai
pelajaran selanjutnya, meski pun pemikiran dan kesiapannya untuk
menerima pengetahuan masih terbatas.
Setelah
ilmu-ilmu dasar dikuasainya beliau benar-benar memfokuskan kegiatannya
untuk mendapatkan ilmu yang lebih banyak dan lebih luas lagi. Beliau
selalu mengikuti Mufti Hadramaut saat itu, Al-Habib Abdurrahman bin
Muhammad Al-Masyhur, juga gurunya yang selalu menyebarkan dakwah
Al-Habib Alwi bin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Masyhur dan para ulama
Tarim lainnya. Kepada mereka beliau belajar kitab-kitab tafsir, hadits,
fiqih, nahwu, tasawuf dan lain-lain, juga gurunya yang selalu
menyebarkan dakwah Al-Habib Alwi bin Abdurrahman bin Abu Bakar
Al-Masyhur dan para ulama Tarim lainnya. Kepada mereka beliau belajar
kitab-kitab tafsir, hadits, fiqih, nahwu, tasawuf dan lain sebagainya.
Sebagaimana
kebiasaan dan kecenderungan para ulama pada umumnya Al-Habib Abdullah
Asy-Syathiri pun tak puas bila hanya belajar ke kotanya. Maka
berangkatlah beliau ke Sewun, lalu tinggal di Rubath kota ini selama
empat bulan. Di kota ini diantaranya beliau belajar kepada Al-Habib Ali
bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, penyusun kitab Mualid Simthud Durrar,
selain menimba ilmu kepada sejumlah ulama Sewun lain dan orang-orang
shalih, beliau juga mengambil ilmu dari Al-Habib Ahmad bin Hasan
Al-Attas dan Al-Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi.
Dengan
perjalanannya ke Haramain tahun 1310 H (1892 M) jumlah gurunya semakin
bertambah banyak. Setelah menunaikan haji dan menziarahi datuknya
Rasulullah SAW , beliau sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Kesungguhannya sulit di cari bandingannya. Dalam sehari semalam beliau
ber-talaqqi (belajar secara langsung dan pribadi dengan menghadap guru)
dalam tiga belas pelajaran. Setiap sebelum menghadap masing-masing
gurunya, beliau muthala’ah (kaji) dulu setiap pelajaran itu sendiri.
Guru-gurunya
yang sangat berpengaruh di Makkah di antaranya Al-Habib Husein bin
Muhammad Al-Habsyi, Syaikh Muhammad bin Said Babsheil, Syaikh Umar bin
Abu bakar Bajunaid dan Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha, pengarang kitab
I’anah ath-Thalibin yang merupakan syarah kitab Fath Al-Mu’in. Tetapi
yang menjadi Syaikh fath (guru pembuka)-nya adalah Al-Habib Abdurrahman
bin Muhammad bin Husein Al-Masyhur, gurunya ketika di Tarim. Tak
terhitung lagi banyaknya kitab yang beliau pelajari pada gurunya ini
dalam ilmu fiqih dan yang lainnya.
Selama
tiga tahun beberapa bulan beliau berada di Makkah. Pada tahun 1314 H
(1896 M) beliau kembali ke negerinya, Tarim dengan membawa bekal ilmu
dan tersinari cahaya Tanah Suci, kemudian beliaupun mengajar di Rubath
Tarim sampai wafatnya Al-habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur tahun
1320 H (1902 M).
Setelah
Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur wafat beliau menjadi
pengajar pengajian umum setelah wafatnya Al-Habib Ali bin Muhammad
Al-Masyhur pada 21 Rabiuts Tsani 1274 H (1932 M). Di Rubath Tarim beliau
benar-benar memainkan perannya sebagai pengajar, pembimbing, dan
penasehat terbaik dan itu berlangsung semenjak ayahnya masih hidup
hingga sesudah ayahnya wafat pada bulan Dzulqa’idah tahun 1350 H (1932
M). Selama kurang lebih 50 tahun pengabdiannya murid-muridnya tak
terhitung lagi banyaknya, baik dari Hadramaut maupun dari luar, peran
dan jasanya tak terbatas di lingkungan Rubath Tarim saja, melainkan juga
meluas keseluruh Tarim, bahkan ke kota-kota dan wilayah-wilayah lain di
Hadramaut. Beliau menjadi marji’ (rujukan) dalam berbagai persoalan,
tidak terhitung lagi ishlah yang dilakukannya kepada pihak-pihak yang
bertentangan.
Seiring
dengan kekokohannya yang semakin diakui beliau diserahi amanah untuk
menangani pengawasan Rubath, pengurusan masalah santri dan pengarahan
halaqah. Di tengah kesibukannya itu beliau menyempatkan diri memberikan
manfaat bagi masyarakat luas. Setiap malam Jum’at antara Magrib dan Isya
beliau berdakwah kepada mereka di masjid jami’ Tarim.
Itu berlangsung sejak tahun 1341 H setelah wafatnya sang guru Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur. Di masa Al-Habib Alwi masih hidup pun beliau sering menggantikannya apabila gurunya sedang tidak berada di tempat atau mempunyai halangan.
Hubungan
beliau dengan gurunya ini sangat erat banyak kisah menarik di antara
mereka, antara lain ketika sang guru hendak menghembuskan nafas
terakhir, sebagaimana yang di kisahkan dalam lawami’ An-Nur, halaman 18 :
Sebagaimana diketahui para wali Allah ketika menjelang wafat biasanya
menyerahkan urusan atau tugas yang diembannya kepada seseorang yang
memenuhi syarat. Terkadang anaknya sendiri yang menerima kepercayaan itu
mungkin pula muridnya bahkan terkadang gurunya yang masih hidup yang
menerimanya.
Pada
sore hari menjelang malam wafatnya Al-Habib Alwi bin Abdurrahman
Al-Masyhur, beliau sedang memberikan pelajaran sebagaimana biasanya di
Rubath , ketika salah seorang murid membaca beliau terlihat mengantuk,
maka murid yang membaca itu sebentar-bentar berhenti membaca, tetapi
beliau malah membentaknya agar ia meneruskan membacanya, Karena murid
itu berkali-kali diam maka beliaupun menyuruh murid yang lain untuk
membaca. Hanya sebentar beliau mengantuk tiba-tiba beliau mengangkat
kepalanya dan berteriak dengan keras, ”Semoga Allah merahmati Al-Habib
Alwi Al-Masyhur.”. Kalimat demikian mengisyaratkan bahwa Al-Habib Alwi
akan atau telah wafat. Kemudian beliau meminta murid-murid untuk tidak
membicarakan atau memberitahukan kepada orang lain sampai berita itu
diumumkan sebagaimana kebiasaan di sana .
Kemudian
beliau keluar ruangan seraya menyuruh murid-muridnya melanjutkan
pelajarannya. Beliau menuju rumah Al-Habib Alwi Al-Masyhur, pada saat
itu habib dalam keadaan menjelang wafat, didampingi putranya, Habib Abu
bakar. Setiap kali sadar dari pingsannya, ia bertanya, ”Apakah Abdullah
Asy-Syathiri telah datang ? Apakah ia sudah sampai ?” kalimat itu yang
terus diulanginya.
Maka berkatalah putranya, ”Apakah ayah ingin kami mengirim orang untuk menjemputnya?” Al-Habib Alwi menjawab, ’Tidak.” Padasaat yang dinantikan itu tiba-tiba Al-Habib Abdullah datang, maka Al-Habib Alwi pun bergembira dan berseri-seri wajahnya. Hubungan bathin segera tersambung diantara mereka. Mereka berpelukan, berjabat tangan dan seolah ada sesuatu yang dititipkan kepada Al-Habib Abdullah Asy-Syathiri. Kemudian ruh Al-Habib Alwi pun kembali kepada Tuhan-Nya.
Tampaknya sebelum itu hanya menunggu kehadiran pemilik amanah yang akania serahi kepercayaan itu. Itulah salah satu kisahnya dangan gurunya itu.
Ungkapan Duka para Penyair
Al-Habib
Abdullah terus menyuarakan dakwahnya dan mengajar dengan istiqomah
hingga Allah memanggilnya pada malam sabtu tanggal 29 jumadil Ula tahun
1361 H (13 juni 1942). Jasadnya dikebumikan dipemakaman zanbal, Tarim.
Tak terhitung banyaknya tokoh yang menghadiri pemakamannya, berbagai
ratsa’ (ungkapan duka) dibuat para penyair atas wafatnya sang habib.
Semuanya termuat dalam salah satu kitab manaqibnya, Nafh ath-Thib
al-‘Athiri min Manaqib al-Imam al-Habib Abdullah asy-Syathiri, yang
disusun dan dihimpun oleh muridnya, Al-‘Alim Al-‘Allamah Al-Habib
Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahanda Al-Habib Umar bin Hafidz.
Sepeninggal
Al-Habib Abdullah Asy-Syathiri Rubath Tarim diasuh oleh putra-putranya,
pertama-tama yang menggantikannya adalah putranya yang bernama Al-Habib
Muhammad Al-Mahdi Al-Kabir yang mampu mengemban tugas itu dengan
sangat baik. Ia menjadi pengasuh sekaligus menjadi guru besar di ma’ad
ini, setelah itu adiknya Al-Habib Abu bakar bin Abdullah asy-Syathiri,
yang sebelumnya selalu membantu kakaknya mengajar.
Kemudian
kepemimpinan Rubath Tarim berada di tangan Al-Habib Hasan Asy-Syathiri
dan kini yang memimpin putra Al-Habib Abdullah yang lainnya, yaitu
Al-Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiri yang sekarang menjadi salah
seorang tokoh terkemuka di Tarim, Al-Habib Abdullah patut tersenyum
bahagia karena para penerusnya terus bermunculan dari masa ke masa baik
dari kalangan keluarga maupun yang lainnya.
loading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar