Inilah ringkasan riwayat hidup As Sayyid Al Habib Al Ustadz Muhammad bin Husein bin Ali bin Muhammad Ba’abud Al Alawi Al Husaini
yang berhubungan dengan nasab beliau, masa pertumbuhan beliau,
keluarga beliau, masa pendidikan, serta jasa beliau di dalam
mengajarkan Al-Qur’an, bahasa Al-Qur’an, hukum-hukum syariat islam, dan
lain sebagainya. Semoga ALLAH SWT menjadikan ringkasan ini sebagai
‘ibroh yang bermanfaat bagi diri kita sekalian dan sebagai peringatan
bagi anak cucu beliau serta para kerabat dan murid beliau, amin.
Allohumma amin.
Nasab beliau dari pihak ayah :
Muhammad bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Abdurrahman bin Abdullah bin Zein bin Musyayakh bin Alwi bin Abdullah bin Al Mu’allim Muhammad Ba’abud bin Abdullah yang bergelar ‘Abud bin Muhammad Maghfun bin Abdurrahman Ba-buthoinah bin Ahmad bin Alwi bin Al Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi yang dikenal dengan ‘Ammul Faqih bin Syech Muhammad Shohib Mirbath bin Syech Ali Kholi’ Qosam bin Syech Alwi bin Syech Muhammad bin Alwi bin Syech Ubaidillah bin Al Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-‘Uroidhi bin Al Imam Ja’far As-Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Husein cucu Rasullullah dan buah hatinya bin Ali bin Abi Thalib wabnu Fatimah Az-Zahroh putri Rasulullah SAW.
Muhammad bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Abdurrahman bin Abdullah bin Zein bin Musyayakh bin Alwi bin Abdullah bin Al Mu’allim Muhammad Ba’abud bin Abdullah yang bergelar ‘Abud bin Muhammad Maghfun bin Abdurrahman Ba-buthoinah bin Ahmad bin Alwi bin Al Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi yang dikenal dengan ‘Ammul Faqih bin Syech Muhammad Shohib Mirbath bin Syech Ali Kholi’ Qosam bin Syech Alwi bin Syech Muhammad bin Alwi bin Syech Ubaidillah bin Al Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-‘Uroidhi bin Al Imam Ja’far As-Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Husein cucu Rasullullah dan buah hatinya bin Ali bin Abi Thalib wabnu Fatimah Az-Zahroh putri Rasulullah SAW.
Adapun nasab beliau dari pihak ibu adalah :
Muhammad bin Ni’mah binti Hasyim bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Aqil bin Syech bin Abdurrahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya bin Hasan bin Ali bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al Faqihil Muqoddam bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath dan seterusnya sampai akhir nasab yang tersebut diatas.
Muhammad bin Ni’mah binti Hasyim bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Aqil bin Syech bin Abdurrahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya bin Hasan bin Ali bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al Faqihil Muqoddam bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath dan seterusnya sampai akhir nasab yang tersebut diatas.
Sekilas tentang ayah beliau :
Al
Habib Husein dilahirkan di “Bour”, Hadramaut pada tahun 1288 Hijriyah
dari ayahnya Al Habib Ali, seorang yang alim dan Waliyullah yang
merupakan salah seorang murid dari Al Habib Abdullah bin Husein bin
Thohir dan Al Habib Abdullah bin Husein bil Faqih. Sedangkan ibunya
adalah As-Syarifah Muzenah binti Sayyid Muhammad bin Abdullah bin
Ja’far Alaydrus yang berasal dari daerah Tarbeh, Hadramaut.
Ketika
usia Al Habib Husein 3 tahun wafatlah ayah beliau yaitu pada tahun
1291 Hijriyah di ‘Ardh Kheleh, Bour, maka ibundanyalah yang memelihara
beliau, adapun ibunda beliau wafat pada tahun 1322 Hijriyah di kota
Sewun yaitu yang ketika itu Al Habib Husein telah berada di Jawa.
Al
Habib Husein dibesarkan di Bour dan belajar ilmu pada guru-guru
disana, terutama ialah Al Habib Zein bin Alwi Ba’abud. Pada usia 20
tahun Al Habib Husein menikah dengan As-Syarifah Syifa’ binti As-Sayyid
Abdullah bin Zein Ba’abud, yang mana As-Syarifah Syifa’ tersebut wafat
di masa hidup Al Habib Husein. Pada tahun 1318 Hijriyah, berlayarlah
Al Habib Husein ke Jawa, Indonesia dan berdiam beberapa lama di rumah
keponakan beliau Muhammad bin Ahmad bin Ali Ba’abud di Surabaya.
Dan
setelah wafat keponakan beliau tersebut, Al Habib Hasyim bin Abdullah
bin Yahya menulis surat kepada Al Habib Husein yang ketika itu tinggal
di Batu Pahat, Malaysia dimana isi surat itu meminta kepada Al Habib
Husein untuk kembali ke Indonesia dan menikah dengan anak beliau yaitu
janda dari keponakan Al Habib Husein sendiri As-Syarifah Ni’mah, agar
supaya Al Habib Husein memelihara anak – anaknya yaitu Sidah,
Abdurrahman dan Ahmad, oleh karena Al Habib Hasyim telah mengetahui
kebaikan budi pekerti Al Habib Husein dan memilihnya untuk menjadi
suami putrinya.
Maka datanglah Al Habib Husein ke Surabaya dan menikahinya, dan Allah SWT mengaruniai mereka berdua satu putra dan tujuh putri yaitu Muzenah, Alwiyah, Ruqoyyah, Muhammad, Nur, Maryam, Aminah, dan Aisyah. Al Habib Husein adalah seorang pedagang, beliau mempunyai sebuah toko dan mengirim barang-barang ke Sulawesi dan Kalimantan pada langganan-langganan beliau.
Maka datanglah Al Habib Husein ke Surabaya dan menikahinya, dan Allah SWT mengaruniai mereka berdua satu putra dan tujuh putri yaitu Muzenah, Alwiyah, Ruqoyyah, Muhammad, Nur, Maryam, Aminah, dan Aisyah. Al Habib Husein adalah seorang pedagang, beliau mempunyai sebuah toko dan mengirim barang-barang ke Sulawesi dan Kalimantan pada langganan-langganan beliau.
Cara
hidup Al Habib Husein sangat sederhana, bersih, mengatur waktu
sebaik-baiknya, tidur agak sore dan bangun tengah malam untuk
bertahajud, di waktu pagi hari pergi ke toko sampai siang hari, beliau
lazim sholat berjamaah di Masjid Ampel dan setelah sholat Maghrib
beliau lazim mebaca Al-Qur’an dan Rotibul Haddad bersama anak-anaknya.
Beliau
sangat memuliakan tamu yang datang padanya dan disaat lain beliau
gemar membaca kitab-kitab atau menghadiri majlis pengajian Sayyidina
Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya di Surabaya, begitu pula beliau
banyak mendapat faedah ilmu dari mertuanya Al Habib Hasyim bin Abdullah
bin Yahya yang terkenal kealimannya, begitu juga daripada mufti
Jakarta masa itu Al Habib Ustman bin Abdullah bin Yahya adik dari
mertua beliau apabila datang dari Jakarta ke Surabaya tinggal di rumah
beliau dan mengadakan majlis ta’lim dan pengajian selama ia tinggal di
Surabaya, dan banyak lagi majlis pengajian atau rouhah para ulama yang
beliau hadiri seperti majlis Al ‘Allamah As-Sayyid Yahya Al Mahdali Al
Yamani, Majlis Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi, Al Habib Muhammad
bin Ahmad Al Muhdor, Al Habib Ahmad bin Muhsin Al Haddar yang tinggal
di kota Bangil, Majlis Al Habib Alwi bin Thohir Al Haddad mufti Johor,
Al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik, dan Al Habib Ali bin
Abdurrahman Al Habsyi Kwitang Jakarta yang mana ia adalah juga sahabat
beliau semasa menuntut ilmu di Hadramaut, rohimahumullahu ta’ala.
Ciri-ciri
Al Habib Husein diantaranya ialah beliau berparas tampan dan berkulit
putih, berhidung mancung dan berbadan tinggi, bersih pada badan dan
pakaiannya. Akhlak beliau murah hati, jujur, kasih sayang terutama pada
fakir miskin dan anak-anak kecil, beliau rajin di dalam berumah tangga
serta menjunjung tinggi ahli ilmu, dan beliau sering kali berkata pada
istrinya dan juga keluarga bahwa ia memohon kepada Allah dan mengharap
supaya putra beliau yaitu Al Ustadz Muhammad menjadi seorang yang
mengajarkan ilmu, yang mana ALLAH SWT telah mengabulkan do’a tersebut.
Al
Habib Husein banyak berjasa diantaranya seringkali menjamin
pendatang-pendatang baru dari Hadramaut, terkadang memberi uang
tanggungan, beliau sering memberi hutang kepada orang yang membutuhkan
lalu menghalalkannya, banyak bershodaqoh, menderma untuk masjid ampel,
dab beliau adalah sebagai salah satu pengurus Madrasah Al Khoiriyyah
Surabaya dan Robitothul Alawiyyah, yang mana beliau bekerja secara
jujur dan ikhlas.
Pada
malam Jum’at tanggal 3 Muharram 1376 Hijriyah bertepatan dengan
tanggal 9 Agustus 1956 pukul 10.20 Al Habib Husein pulang ke
rahmatullah, banyak sekali para pengantar jenazah beliau dari dalam dan
luar kota lalu disembahyangkan di Masjid Jami’ Lawang yang diimami
oleh sahabat beliau Qodhi Arob di masa itu yaitu Al Habib Ahmad bin
Gholib Al Hamid, dan dimakamkan di pemakaman Bambangan Lawang,
rohimahullahu rohmatal abror.
Adapun
ibunda Al Ustadz Muhammad yaitu As-Syarifah Ni’mah dilahirkan di
Surabaya pada tahun 1288 Hijriyah dari seorang ayah yaitu Al Habib
Hasyim bin Abdullah bin Aqil bin Yahya, dan dari seorang ibu
As-Syarifah Maryam binti Al Habib Abdurrahim bin Abdullah Al Qodiri Al
Djaelani keturunan daripada As-Syech Abdil Qodir Al Djaelani.
Beliau
adalah putri bungsu Al Habib Hasyim, beliau tumbuh di sebuah rumah
yang penuh ilmu dan ibadah, yang mana ibunda beliau As-Syarifah Maryam
mendapatkan ilmu dan ketaqwaan berkat pendidikan ayahnya Al Habib
Abdurrahim yang telah membawanya ke negeri Haromain dan tinggal
beberapa lama di Madinatul Munawwaroh dan perjalanannya ke sebagian
jazirah arab diantaranya Negeri Baghdad, maka tumbuhlah As-Syarifah
Ni’mah ini atas ketaatan dan ketaqwaan dan cinta ilmu, lebih-lebih lagi
paman beliau Al Habib Utsman bin Abdullah bin Yahya yang sering datang
ke Surabaya dan tinggal di rumahnya menjadikan beliau bertambah ilmu
dan cahaya.
Beliau
sangatlah menjaga sholatnya dan bangun akhir malam, membaca Al-Qur’an
dan dzikir-dzikir serta sholawat atas Nabi SAW, dan kebanyakan
duduk-duduk beliau dengan para tamunya perempuan berisikan
masalah-masalah agama, nasehat-nasehat atau membaca kitab-kitab,
syair-syair dan hikayat-hikayat yang bermanfaat. Beliau sangatlah
menjaga diri, bersih, murah hati dan membantu suaminya di dalam
menerima tamu, bahkan setiap hari beliau membuat makanan-makanan untuk
persiapan jika datang tamu, lalu jika tidak ada tamu yang datang beliau
mengirimkan makanan tersebut ke Masjid yang dekat dengan rumahnya
sebagai sedekah untuk anaknya yang telah meninggal dunia dan para
kerabat beliau, khususnya kedua orang tua beliau.
As-Syarifah
Ni’mah pulang ke rahmatullah pada pagi hari Jum’at pukul 06.40 pada
tanggal 5 Jumadil Ula tahun 1358 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 23
Juni 1939 Masehi, dan dimakamkan di pemakaman Pegirian Surabaya di
belakang makam ayahanda beliau Al Habib Hasyim bin Abdullah bin Yahya,
rohimahumullahu jami’an amin.
Demikianlah sedikit tentang kedua orang tua Al Ustadz Muhammad bin Husein Ba’abud
Adapun beliau Al Ustadz Muhammad
dilahirkan di Surabaya daerah Ampel Masjid di sebuah rumah keluarga
yang dekat dengan Masjid Ampel sekitar 20 meter, pada malam Rabu tanggal
9 Dzulhijjah tahun 1327 Hijriyyah. Menurut cerita ayahanda beliau
bahwa ibunda beliau saat melahirkan beliau mengalami kesukaran hingga
pingsan, maka ayahanda beliau bergegas mendatangi rumah Al Habib Abu
Bakar bin Umar bin Yahya yang memberikan air kepada ayahanda beliau
untuk diminumkan pada ibunda beliau, maka setelah diminumkannya air
tersebut, dengan kekuasaan Allah ibunda beliau melahirkan dengan
selamat. Dan Al Habib Abu Bakar bin Yahya berpesan untuk dilaksanakan
sunnah aqiqoh dengan dua ekor kambing tanpa mengundang seseorang pada
waktu walimah kecuali sanak keluarga ibunda beliau saja, maka
terlaksanalah walimah tersebut dengan dihadiri oleh Al Habib Abu Bakar
bin Yahya, dan beliau pula lah yang memberi nama dengan nama “Muhammad”
disertai dengan pembacaan do’a – do’a dan fatihaah dari beliau.
Al
Ustadz Muhammad mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya dari
masa kecilnya, lebih – lebih ayahanda beliau sedikit memanjakan beliau
dikarenakan beliau adalah putra satu – satunya dan juga disebabkan
firasat baik ibunda beliau terhadap beliau. Lalu pada saat umur beliau 7
tahun adalah masa beliau berkhitan, yang mana ayahanda beliau
mengadakan walimah yang besar, dan setelah itu ayahanda beliau
memasukkan beliau di madrasah Al Mu’allim Abdullah Al Maskati Al Qodir,
hal ini sesuai isyaroh dari Al habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya,
akan tetapi beliau tidak mendapat banyak dari Al Mu’allim Al Maskati
tersebut dan tidaklah lama masa belajar beliau disitu, kemudian
ayahanda beliau memasukkannya di madrasah Al Khoiriyyah. Dan
dikarenakan pada masa itu susunan pelajaran di dalam madrasah tidaklah
seperti yang diharapkan, disebabkan oleh tidak adanya kemampuan yang
cukup bagi para pengajarnya, maka beliau merasa tidak mendapatkan
pelajaran kecuali hanya sedikit, akan tetapi setelah beliau berada di
kelas 4 terbukalah hati beliau untuk ilmu, terutama setelah datangnya
para tenaga pengajar dari Tarim Hadramaut, seperti guru beliau Al Habib
Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih dan Al Habib Hasan bin Abdullah Alkaf,
ditambah dengan adanya guru-guru yang mempunyai kemampuan yang cukup
seperti Al Habib Abdurrohman binahsan bin Syahab dan terutama oleh
karena perhatian dari Al Arif billah Sayyidinal Habib Muhammad bin
Ahmad Al Muhdor, yang mana Al Ustadz Muhammad merasakan berkat
pandangan serta do’a-do’a beliau di dalam majlis-majlis rouhahnya,
dimana Al Ustadz Muhammad sangatlah rajin menghadirinya, dan telah
membaca beberapa kitab di hadapan beliau, juga bernasyid “Rosyafat”
gubahan Al Habib Abdurrohman bin Abdullah bil Faqih dihadapan beliau
bersama As Sayyid Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Yahya. Al Habib
Muhammad Al Muhdor sangat menyayangi beliau dan sering kali mendo’akan
beliau, maka ketika itulah beliau merasa mendapatkan futuh dan manfaat
juga barokah daripada belajar ilmu. Berlangsunglah masa belajar beliau
di kelas 6 sampai hampir 6 tahun, dan di tengah-tengah masa belajar itu
beliau sering menggantikan tempat para guru-guru di dalam mengajar
bilamana mereka berudzur untuk datang mengajar.
Dan
daripada nasib baik bagi beliau yaitu pada akhir tahun ajaran tepatnya
pada bulan Sya’ban tahun 1343 Hijriyyah ketika para pelajar yang lulus
menerima ijazah kelulusan yang dibagikan langsung oleh Al Habib
Muhammad bin Ahmad Al Muhdor, beliau menerima ijazah dengan peringkat
ke-satu dari seluruh pelajar yang lulus waktu itu, bersamaan dengan itu
Al Habib Muhammad Al Muhdor menghadiahkan kepada beliau sebuah jam
kantong yang bermerk “Sima”. Lalu Al Habib Muhammad Al Muhdor
mengusap-usap kepala dan dada beliau sambil mendo’akan beliau ketika Al
Habib Aqil bin Ahmad bin Aqil pengurus madrasah waktu itu
memberitahukan bahwa Al Ustadz Muhammad tahun itu akan diangkat menjadi
guru di Al Madrosatul Khoiriyyah. Setelah beliau menjadi guru di
Madrosatul Khoiriyyah, disamping mencurahkan tenaga di dalam memberikan
pelajaran pagi dan sore di madrasah beliau juga banyak sekali
memberikan ceramah-ceramah di banyak tempat serta menterjemahkan dari
bahasa Arab ke bahasa Indonesia ceramah-ceramah para mubaligh Islam
yang datang dari luar negeri seperti Ad Da’i As Syech Abdul Alim As
Shiddiqi dari India dan yang selainnnya. Rohimahumullahu ta’ala.
Dan inilah diantara guru – guru beliau :
Di
dalam tasawwuf dan tarikh ialah ayahanda beliau Al Habib Husein bin
Ali Ba’abud, di dalam membaca dan menulis bahasa Arab As Syech Ali bin
Ahmad Ba-bubay, di dalam Al Qur’anul karim As Syech Abdullah bin
Muhammad Ba Mazru’, dalam bahasa Arab, Khot, Insya’, dan Hisab As
Sayyid Abdurrohman binahsan bin Syahab, di dalam fiqih, tafsir,
tasawwuf, nahwu, dan ilmu balaghoh Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad bil
Faqih, di dalam fiqih dan tajwid Al Habib Hasan bin Abdullah Alkaf, di
dalam nahwu dan hisab As Sayyid Ja’far bin Zein Aidid.
Selain
guru-guru ini masih banyak lagi dari golongan para wali dan alim ulama
yang beliau sering membaca kitab-kitab di hadapan mereka, dan
kebanyakannya adalah kitab-kitab hadits, tasawwuf, dan kitab-kitab
karangan para salaf Alawiyyin. Diantara para ulama tersebut adalah :
Al Habib Muhammad bin Ahmad Al Muhdor dari Bondowoso, Al Habib Ali bin Abdurrohman Al Habsyi Kwitang Jakarta, Al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik, Al Habib Al Alamah Alwi bin Thohir Al Haddad Johor, Al Habib Thohir bin Ali Al Jufri, Al Habib Ahmad bin Tholibul Athos Pekalongan, Al Habib Abdurrohman bin Zein Ba’abud, dan Al Habib Zein bin Muhammad Ba’abud, rodhiallahuanhum.
Al Habib Muhammad bin Ahmad Al Muhdor dari Bondowoso, Al Habib Ali bin Abdurrohman Al Habsyi Kwitang Jakarta, Al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik, Al Habib Al Alamah Alwi bin Thohir Al Haddad Johor, Al Habib Thohir bin Ali Al Jufri, Al Habib Ahmad bin Tholibul Athos Pekalongan, Al Habib Abdurrohman bin Zein Ba’abud, dan Al Habib Zein bin Muhammad Ba’abud, rodhiallahuanhum.
Pada
tahun 1348 Hijriyyah, tepatnya pada hari Kamis sore tanggal 22 bulan
Robi’ust Tsani ayahanda beliau menikahkan beliau dengan As Syarifah
Aisyah binti As Sayyid Husein bin Muhammad bil Faqih, walimatul aqad
berlangsung di rumah ayahanda beliau, dan yang menjadi wali adalah
saudara kandung As Syarifah Aisyah yaitu As Sayyid Syech bin Husein bil
Faqih yang telah mewakilkan aqad kepada Qodhi Arob di Surabaya masa
itu yaitu Al Habib Ahmad bin Hasan bin Smith. Sedangkan walimatul urs
pada malam Jum’at 22 Robi’ust Tsani di rumah istri beliau di
Nyamplungan gang 4 Surabaya. Allah SWT telah mengaruniai beliau pada
pernikahan ini enam putra dan delapan putri, mereka adalah :
Syifa’, Muznah, Ali, Khodijah, Sidah, Hasyim, Fatimah, Abdullah, Abdurrohman, Alwi, Maryam, Alwiyyah, Nur, dan Ibrahim.
Syifa’, Muznah, Ali, Khodijah, Sidah, Hasyim, Fatimah, Abdullah, Abdurrohman, Alwi, Maryam, Alwiyyah, Nur, dan Ibrahim.
Pada
bulan Jum’adil Akhir tahun 1359 Hijriyyah bertepatan pada bulan Juli
1940 masehi, dengan kehendak ALLAH SWT beliau sekeluarga pindah dari
Surabaya ke kota Lawang, dan dikota inilah beliau mendirikan madrasah
dan pondok pesantren “Darun Nasyiien”, yang pembukaan resminya jatuh
pada awal bulan Rojab 1359 Hijriyyah, bertepatan dengan 5 Agustus 1940
Masehi. Yang mana pondok tersebut mendapat perhatian oleh banyak orang
dari Jawa dan luar Jawa, serta memberi hasil dan barokah,
alhamdullillah.
Mula-mula
tempat untuk madrasah adalah di jalan Talun timur pasar Lawang, yang
sekarang berubah namanya menjadi jalan Pandowo, dan setelah beberapa
bulan berpindah pula ayahanda beliau dari Surabaya ke Lawang dan
tinggal bersama-sama beliau, yang mana menambahkan barokah bagi rumah
dan pondok beliau. Dan pada waktu penjajahan Jepang sampai awal masa
kemerdekaan berpindah-pindahlah beliau dari satu tempat ke tempat yang
lain di daerah sekitar kota Lawang, seperti Karangsono, Simping, dan
Bambangan yang ketika itu terjadi serangan penjajah Belanda atas kota
Malang. Walhamdulillah pada masa-masa berubah-ubah pemerintahan,
pelajaran tidak terputus kecuali pada waktu penjajahan Jepang sekitar
17 hari karena penjajah Jepang pada waktu itu memerintahkan untuk
menutup madrasah-madrasah ketika mereka menduduki suatu daerah, lalu
ketika kembalinya penjajahan Belanda yang kedua terpaksa beliau menutup
madrasah demi keamanan selama 3 bulan saja. Dan semenjak 1 April 1951
beliau sekeluarga pindah ke jalan Pandowo yang beliau diami sampai
akhir hayat beliau, yang tepat dibelakangnya terdapat pondok pesantren
dengan bangunan yang cukup baik untuk para pelajar yang tinggal, dengan
kamar-kamar dan musholla bernama “Baitur Rohmah”, serta kelas-kelas,
dan yang telah mengurusi pembangunan serta mengarsiktekturinya adalah
putra beliau Al Ustadz Ali bin Muhammad Ba’abud.
Banyak
sekali para pengunjung daripada ulama dan orang-orang sholeh ke rumah
serta ke pondok beliau, diantara mereka adalah Al Habib Ali bin
Abdurrohman Al Habsyi Jakarta, Al Habib Zein bin Abdullah bin Muhsin Al
Athos Bogor dan saudaranya Al Habib Husein, Al Habib Sholeh bin Muhsin
Al Hamid Tanggul, Al Habib Alwi bin Ali Al Habsyi Solo, Al Habib Alwi
bin Abdullah Al Habsyi Barabai Kalimantan, Al Habib Husein bin Abdullah
Al Hamid Tuban, Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih Malang, Al
Habib Abdullah Umar Alaydrus Surabaya, Al Habib Ali bin Husein Al
Athos, Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, Al Habib Abdul Qodir bin
Ahmad Assegaf Jeddah, Al Habib Salim bin Abdullah As Syathiri Tarim, As
Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al Maliki Makkah, dan banyak lagi
selain mereka yang hal itu semua adalah membuahkan keberkahan Insya
ALLAH Ta’ala.
Dan setelah ayahanda beliau wafat, ALLAH SWT mengilhami beliau untuk mengadakan rouhah atau majlis ta’lim pada tiap hari Kamis sore yang ditutup dengan bacaan tahlil atas arwah ayah bunda beliau untuk memperingati mereka berdua serta dengan tujuan memberi manfaat kepada para santri beliau dan selain mereka daripada para pecinta ilmu dari dalam dan luar kota, maka ketika As Sayyid Al Arif billah Al Habib Muhammad bin Umar Alaydrus Surabaya mendengar tentang hal itu beliau sangat gembira seraya mendo’akan untuk Ustadz Muhammad dan majlisnya. Maka dengan rahmat Allah SWT rouhah tersebut telah berlangsung selama 36 tahun di masa hidup beliau dan telah memberi kesan yang sangat baik.
Dan setelah ayahanda beliau wafat, ALLAH SWT mengilhami beliau untuk mengadakan rouhah atau majlis ta’lim pada tiap hari Kamis sore yang ditutup dengan bacaan tahlil atas arwah ayah bunda beliau untuk memperingati mereka berdua serta dengan tujuan memberi manfaat kepada para santri beliau dan selain mereka daripada para pecinta ilmu dari dalam dan luar kota, maka ketika As Sayyid Al Arif billah Al Habib Muhammad bin Umar Alaydrus Surabaya mendengar tentang hal itu beliau sangat gembira seraya mendo’akan untuk Ustadz Muhammad dan majlisnya. Maka dengan rahmat Allah SWT rouhah tersebut telah berlangsung selama 36 tahun di masa hidup beliau dan telah memberi kesan yang sangat baik.
Pengajian
rouhah tersebut adalah rouhah yang berbarokah dengan dalil sebagian
mimpi-mimpi dari sebagian keluarga dan selain mereka, yaitu bahwa
rouhah dan sebagian majlis-majlis yang lain dihadiri oleh An Nabi SAW
dan arwah para salafus sholeh, dimana terdapat tanda-tanda yang
menunjukkan tentang hal itu, walhamdulillah.
Pada
hari Rabu pagi jam 10:20 tanggal 18 Dzulhijjah tahun 1413 Hijriyyah
bertepatan dengan tanggal 9 Juni 1993 beliau pulang ke rahmatullah SWT,
ayahanda dan guru kami tercinta Al Ustadz Muhammad bin Husein Ba’abud.
Almarhum disembahyangkan di pondok pesantren beliau pada keesokan
harinya yaitu hari Kamis dan diantar jenazahnya oleh banyak orang ke
pemakaman Bambangan Lawang dan dimakamkan beliau disamping makam
ayahanda beliau.
Inilah yang diwasiatkan oleh hamba yang faqir kepada rahmat ALLAH SWT Muhammad bin Husein Ba’abud sesuai dengan yang diwasiatkan oleh Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir kepada istri-istrinya dan dzuriyatnya laki-laki dan perempuan selama turun temurun, wasiat ini teruntuk mereka dan untuk siapa saja yang mendengarnya, yaitu :
1. Hendaknya mereka menjalankan sunnah-sunnah nya atau perilaku atau perjalan penghulu daripada utusan ALLAH SWT, yaitu Sayyiduna Muhammad SAW, dan juga supaya mengikuti sunnah dan perjalanan para kholifah yang mendapat petunjuk “khulafaur rosyidin”, kesemuanya ini sesuai dengan firman ALLAH SWT dan juga berdasar sabda Rasulullah saw.
Barangsiapa
tidak mampu menjalankan semuanya itu maka setidak-tidaknya janganlah
keluar atau menyimpang daripada jalan ataupun petunjuk para salafus
sholeh yaitu para leluhur kita yang sholeh serta terbukti kewaliannya.
Dan barangsiapa belum mendapat jua taufik hidayat untuk itu semua maka
paling tidak hendaknya ia meneladani kepada saya, yaitu meneladani di
dalam hal ibadahku juga kholwatku, dan di dalam menjauhkan diri dari
kebanyakan orang bersamaan dengan perlakuanku yang baik terhadap anak
kecil dan orang besar laki-laki dan perempuan jauh maupun dekat tanpa
harus sering berkumpul atau banyak bergaul, dan tanpa harus saling
tidak peduli ataupun saling benci-membenci.
2. Hendaknya sangatlah berhati-hati di dalam bermusuhan dan berselisih ataupun berkelahi dengan siapa saja, di dalam apa saja dan bagaimanapun juga.
Bagi yang telah mengalami saya diantara kalian maka janganlah tidak meneladani kepada jalanku yaitu di dalam hal-hal yang sifatnya terpuji, janganlah lebih sedikit dari itu.
2. Hendaknya sangatlah berhati-hati di dalam bermusuhan dan berselisih ataupun berkelahi dengan siapa saja, di dalam apa saja dan bagaimanapun juga.
Bagi yang telah mengalami saya diantara kalian maka janganlah tidak meneladani kepada jalanku yaitu di dalam hal-hal yang sifatnya terpuji, janganlah lebih sedikit dari itu.
3. Dan
aku wasiatkan kepada mereka semua untuk selalu memohonkan kasih sayang
rahmat ALLAH atas diriku serta memohonkan ampun dengan membacakan
istighfar untukku sesuai dengan kesanggupannya masing-masing pada
setiap waktu dan lebih-lebih di dalam hari-hari As-Syuro dan hari-hari
di bulan Rojab dan di bulan Romadhon serta bulan Haji dan pada bulan
dimana pada bulan dimana ALLAH SWT mentakdirkan akan wafatku, dan
barangsiapa diluaskan oleh ALLAH atasnya dan dimudahkan atasnya untuk
bershodaqoh maka hendaknya bershodaqoh untukku dengan apa-apa yang
ringan atasnya sedikit atau pun banyak khususnya di dalam waktu-waktu
yang lima ini. Dan aku mengizinkan bagi siapa saja yang hendak berhaji
atau umroh atas diriku, dikerjakan oleh dirinya sendiri ataupun
mengupahkan kepada orang lain sesungguhnya perbuatan itu dilipat
gandakan oleh ALLAH SWT 10 kali lipat, ALLAH jua lah yang dapat
menolong seseorang untuk berbuat kebajikan, semoga ALLAH SWT memberikan
pertolongannya bagi diri kita sekalian untuk berbuat baik.
4. Kemudian
aku juga berpesan kepada kalian untuk mempererat tali silaturahmi
yaitu ikatan kekeluargaan, karena sesungguhnya silaturahmi itu sangat
memberi pengaruh terhadap keberkahan harta dan rezeki dan salah satu
penyebab dipanjangkannya umur, silaturahmi itu menunjukkan keluhuran
budi pekerti dan tanda-tanda seseorang mendapat kebaikan di hari
kemudian. Maka hati-hatilah kalian daripada memutuskan tali
persaudaraan, karena sesungguhnya perbuatan itu sangatlah keji juga
siksanya sangatlah pedih, seseorang yang memutus silaturrahim itu
terkutuk berdasarkan dalil Al Qur’an, orang yang memutus adalah
pertanda orang yang lemah iman, orang yang memutus tidak akan mencium
bau surga, orang yang memutus maka kesialannya menular kepada
tetangga-tetangganya, maka sambunglah tali persaudaraan kalian wahai
saudara-saudaraku karena sesungguhnya tali rahim itu bergantung pada
salah satu tiangnya singgasana ALLAH yang Maha Pengasih.
5. Dan
saya berpesan pula kepada diri saya dan kepada orang-orang yang
tersebut tadi agar supaya banyak beristikhoroh dan musyawarah di dalam
segala urusan dan hendaknya selalu mengambil jalan yang hati-hati,
walaupun pada hakekatnya berhati-hati itu tidak dapat meloloskan
seseorang daripada ketentuan ALLAH dan takdir-NYA, akan tetapi
menjalankan sebab-sebab tidaklah boleh ditinggalkan, justru oleh sebab
itulah wasiat atau pesan-pesan dan nasehat-nasehat itu diperlukan dan
dianjurkan, oleh karena hal itu semua adalah salah satu segi dari
sebab-sebab di dalam mengajak orang kepada ALLAH dan mengajak untuk
menuju kebahagiaan serta keselamatan di dunia dan akhirat.
Semoga
ALLAH SWT mencurahkan kasih sayangnya terhadap orang-orang yang suka
bernasehat dan membalas mereka dengan kebaikan yang banyak, dan semoga
ALLAH Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk mengamalkan segala apa
yang mereka katakan.
Hubungan sanad beliau dengan para masyayech :
Sanad
beliau bersambung dengan para masyayech melalui ayah beliau Al Habib
Husein daripada ibunya As Syarifah Muznah Al Aydrus dan dari Al Habib
Zein bin Alwi Ba’abud daripada kakek beliau Al Habib Ali bin Muhammad
Ba’abud daripada ayah-ayahnya, dan dari Al Habib Abdullah bin Husein
bin Thohir shohibul masileh daripada Al Habib Umar dan Al Habib Alwi,
daripada ayah keduanya Al Habib Ahmad, daripada ayahnya Al Habib Hasan,
daripada ayahnya Al Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad, daripada
ayah-ayahnya, dan sanad para leluhur itu asal dimana para alawiyyin
menerima, sebagaimana mereka juga menerima dari selain alawiyyin.
Sedangkan Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir daripada Al Habib Aqil bin Umar bin Yahya di Makkatal mukaromah ( kakek Al Ustadz Muhammad yang ketiga dari ibunda beliau ) , dan dari As Syech Al Imam Mansyur bin Yusuf Al Badiri di Madinatul munawaroh yang menerima dari Al Habib Al Imam Musyayach bin Alwi Ba’abud ( kakek Al Ustadz Muhammad yang keenam dari ayah beliau ).
Dan kakek beliau Al Habib Ali bin Muhammad Ba’abud menerima juga dari Al Habib Abdullah bin Husein bil Faqih, dan para masyayech ini juga masyayech dari Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir. Sedangkan melalui guru beliau Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih sanad beliau juga bersambung dengan yang telah tersebut diatas, oleh karena guru beliau adalah Al Habib Abu Bakar bin Muhammad bil Faqih yang menerima dari Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir, dan oleh karena guru-guru beliau adalah :
Al Habib Abdullah bin Umar As Syatiri dan Al Habib Alwi bin Abdurrohman Al Masyhur dan Al Habib Seggaf bin Hasan Alaydrus, yang mana mereka telah menerima daripada Al Habib Idrus bin Umar Al Habsyi, dan beliau daripada Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir, sedangkan Al Habib Idrus bin Umar Al Habsyi di dalam kitabnya “’iqdul yawaqitil jauhariyah” telah menyebutkan guru-gurunya dan sanad mereka dan ijazah-ijazah mereka dengan terperinci, rodhiallahu anhum ajma’in.
Sedangkan Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir daripada Al Habib Aqil bin Umar bin Yahya di Makkatal mukaromah ( kakek Al Ustadz Muhammad yang ketiga dari ibunda beliau ) , dan dari As Syech Al Imam Mansyur bin Yusuf Al Badiri di Madinatul munawaroh yang menerima dari Al Habib Al Imam Musyayach bin Alwi Ba’abud ( kakek Al Ustadz Muhammad yang keenam dari ayah beliau ).
Dan kakek beliau Al Habib Ali bin Muhammad Ba’abud menerima juga dari Al Habib Abdullah bin Husein bil Faqih, dan para masyayech ini juga masyayech dari Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir. Sedangkan melalui guru beliau Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih sanad beliau juga bersambung dengan yang telah tersebut diatas, oleh karena guru beliau adalah Al Habib Abu Bakar bin Muhammad bil Faqih yang menerima dari Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir, dan oleh karena guru-guru beliau adalah :
Al Habib Abdullah bin Umar As Syatiri dan Al Habib Alwi bin Abdurrohman Al Masyhur dan Al Habib Seggaf bin Hasan Alaydrus, yang mana mereka telah menerima daripada Al Habib Idrus bin Umar Al Habsyi, dan beliau daripada Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir, sedangkan Al Habib Idrus bin Umar Al Habsyi di dalam kitabnya “’iqdul yawaqitil jauhariyah” telah menyebutkan guru-gurunya dan sanad mereka dan ijazah-ijazah mereka dengan terperinci, rodhiallahu anhum ajma’in.
—–
Demikianlah
ringkasan perjalanan kehidupan seorang yang insyaALLAH tergolong pada
jajaran Waliyullah yang berada dalam barisan Pemimpin kita, Muhammad
saw.
Semoga
kita tergolong orang – orang yang mengikuti jejak langkah mereka
sehingga kita dapat menjadi orang – orang yang selamat dunia dan
akhirat. Amiin.
loading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar